Borobudur mengadopsi Konsep Fraktal

|


Borobudur adalah candi yang diperkirakan mulai dibangun sekitar 824 M oleh Raja Mataram bernama Samaratungga dari wangsa Syailendra. Borobudur merupakan bangunan candi yang sangat megah.
Bayangkan ukuran Borobudur  dibawah ini.
sumber wikipedia
Ukurannya 118x188 meter persegi

Tidak dapat dibayangkan bagaimana nenek moyang kita membangun Borobudur yang demikian berat dapat berdiri kokoh dengan tanpa perlu memakukan ratusan paku bumi untuk mengokohkan pondasinya, tak terbayangkan pula bagaimana batu-batu yang membentuk Borobudur itu dibentuk dan diangkut ke area pembangunan di atas bukit.
Bahkan dengan kecanggihan yang ada pada masa kini, sulit membangun sebuah candi yang mampu menyamai candi Borobudur. Borobudur juga mengadopsi Konsep Fraktal.
Fraktal adalah bentuk geometris yang memiliki elemen-elemen yang mirip dengan bentuknya secara keseluruhan.
Candi borobudur sendiri adalah stupa raksasa yang di dalamnya terdiri dari stupa-stupa lain yang lebih kecil. Terus hingga ketidakberhinggaan. 

Sungguh mengagumkan nenek moyang kita sudah memiliki pengetahuan seperti itu. Bangunan Candi Borobudur benar-benar bangunan yang luar biasa.
Sumber

Pesona Borobudur

|
Indonesian Buddha's Celebrate …
Getty Images
Foto oleh Ulet Ifansasti/Getty Images
MAGELANG, INDONESIA - MAY 06: A Buddha statue is seen at Borobudur temple during celebrate Vesak Day, commonly known as 'Buddha's birthday', at the Borobudur Mahayana Buddhist monument on May 6, 2012 in Magelang, Indonesia. Buddhists in Indonesia celebrate Vesak at the Borobudur temple annually, which makes it the most visited tourist attraction in Indonesia. Vesak is observed during the full moon in May or June and the ceremony centers around three Buddhist temples, whereby pilgrims walk from Mendut to Pawon, ending at Borobudur. The stages of life of Buddhism's founder, Gautama Buddha, which are celebrated at Vesak are his birth, enlightenment to Nirvana

Waisak, Borobudur Tetap Buka …
Republika logo

borobudur
TEMPO.CO logo

borobudur
TEMPO.CO logo

borobudur
TEMPO.CO logo

Buddhist Monks Prepare For …
Getty Images
Foto oleh Ulet Ifansasti/Getty Images
 A view of Borobudur temple as Indonesian Buddhists prepare for Vesak Day, on May 3, 2012 in Magelang, Indonesia. Buddhists in Indonesia celebrate Vesak at the Borobudur temple annually, which makes it the most visited tourist attraction in Indonesia. Vesak is observed during the full moon in May or June and the ceremony centres around three Buddhist temples, whereby pilgrims walk from Mendut to Pawon, ending at Borobudur. The stages of life of Buddhism's founder, Gautama Buddha, which are celebrated at Vesak are his birth, enlightenment to Nirvana, and his passing (Parinirvana). (Photo by Ulet Ifansasti/Getty Images)

Indonesian Buddha's Celebrate …
Getty Images Foto oleh Ulet Ifansasti/Getty Images
Buddhists walk around the Borobudur temple while carrying canldes during Vesak Day, commonly known as 'Buddha's birthday', at the Borobudur Mahayana Buddhist monument on May 6, 2012 in Magelang, Indonesia. Buddhists in Indonesia celebrate Vesak at the Borobudur temple annually, which makes it the most visited tourist attraction in Indonesia. Vesak is observed during the full moon in May or June and the ceremony centers around three Buddhist temples, whereby pilgrims walk from Mendut to Pawon, ending at Borobudur. The stages of life of Buddhism's founder, Gautama Buddha, which are celebrated at Vesak are his birth, enlightenment to Nirvana, 

Indonesian Buddha's Celebrate …
Getty Images Foto oleh Ulet Ifansasti/Getty Images
MAGELANG, INDONESIA - MAY 06: Buddhist monks celebrate Vesak Day, on May 6, 2012 in Magelang, Indonesia. Buddhists in Indonesia celebrate Vesak at the monument annually, which makes it the most visited tourist attraction in Indonesia. It is observed during the full moon in May or June, with the ceremony centered at three Buddhist temples by walking from Mendut to Pawon and ending at Borobudur. The stages of life of Buddhism's founder, Gautama Buddha, which are celebrated at Vesak are his birth, enlightenment to Nirvana, and his passing (Parinirvana). (Photo by Ulet Ifansasti/Getty Images)


Jejak (Ajaran) Nabi Ibrahim Di Tanah Jawa?

|

Bahwa dalam artikel sebelumnya MISTERI BANGUNAN PIRAMID (PENGARUH KA’BAH?), disitu ada gambaran bahwa bentuk Piramid khususnya Candi-candi di Jawa kemungkinan pengaruh Ka’bah pada jaman nabi Ibrahim. Hal ini diperkuat dengan adanya beberapa artikel yang menyinggung mengenai “Bani Jawi” yang merupakan keturunan dari nabi Ibrahim. Kata “Jawi” dalam kesusatraan Jawa merupakan kata “halus” dari Jowo (Jawa).  Di dalam masyarakat Jawa kata-kata seperti “Tiyang Jawi (orang Jawa)” , “Serat Jawi (lembaran sastra Jawa)”, “Babad Tanah Jawi” sudah umum. Seperti kita ketahui bahasa Jawa itu bahasa yang paling ribet di seluruh dunia. Karena dalam 1 suku ada tingkatan-tingkatan bahasa yang bisa mencapai 6 tingkatan atau lebih dari bahasa yang paling kasar sampai paling halus, dimana tidak semua orang Jawa menguasainya.
Orang Jawa sebelum datangnya Islam percaya akan adanya monoteisme (Sang Hyang Widhi). Dan bahwa di dalam naskah-naskah Kuno Bangsa Jawa disebutkan bahwa Batara Brahma merupakan leluhur dari raja-raja di tanah Jawa. Brahma merupakan nama lain Ibrahim.
Pendapat mengenai Bani Jawi yang merupakan keturunan Nabi Ibrahim bisa anda cari sendiri di Gugel. Secara sempit Bani Jawi mengacu ke Jawa tetapi secara Luas Bani Jawi antara lain meliputi “Sunda, Melayu/Sumatra, Bugis dll” yang berasal dari garis Kentura (Istri nabi Ibrahim yang lain).  Menurut beberapa penulis Nusantara adalah Atlantis dulunya, dimana merupakan pusat peradaban pada jaman dulu. Khusus untuk Jawa ada yang istimewa bahwa hampir 50% fosil manusia purba dari seluruh dunia ditemukan disini (daerah Sangiran)
Hubungan Jawa dengan kaum semit memang menarik untuk dipikirkan. Sampai-sampai di dunia banyak statement “nyeleneh” bahwa Jawa itu satu keturunan dengan Yahudi (Jews). Bahwa dari peradaban Atlantis peradaban Yahudi berasal. Jika mengetik kata Java dan Jews di google maka banyak sekali ditemukan. Bahkan menurut beberapa artikel di internet ada yang mengatakan Ada fakta yang menarik apabila anda berkunjung ke situs resmi Israel misalnya di Kantor Perdana Menteri Israel dan Kantor Kedubes Israel di seluruh dunia terpampang nama Ibukota Israel : JAVA TEL AVIV / JAWA TEL AVIV, dan MAHKOTA RABBI YAHUDI yang menjadi imam Sinagog pake gambar RUMAH JOGLO JAWA.
Jika anda membaca ceritera pembangunan Candi Perambanan (secara mistik), diceritakan bahwa pembangunan Candi perambanan dilakukan oleh ribuan Jin atas kehendak “Bandung Bandawasa” terhadap “Dewi Rorojonggrang” dimana pembangunannya secara singkat. Hal ini mirip kisah “Nabi Sulaiman” terhadab “Ratu Balqis”. Meski alur ceritanya tidak sama persis 100%.
Salah satu tokoh yang ahli dalam matematika Al-Quran yaitu Fahmi Basa bahkan mengungkapkan beberapa hal menarik sebagai berikut (sumber republika) :

Pertama adalah tentang tabut, yaitu sebuah kotak atau peti yang berisi warisan Nabi Daud AS kepada Sulaiman. Konon, di dalamnya terdapat kitab Zabur, Taurat, dan Tongkat Musa, serta memberikan ketenangan. Pada relief yang terdapat di Borobudur, tampak peti atau tabut itu dijaga oleh seseorang.

“Dan Nabi mereka mengatakan kepada mereka: ‘Sesungguhnya tanda ia akan menjadi raja, ialah kembalinya tabut kepadamu, di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun; tabut itu dibawa malaikat. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda bagimu, jika kamu orang yang beriman’.” (QS Al-Baqarah [2]: 248).

Kedua, pekerjaan jin yang tidak selesai ketika mengetahui Sulaiman telah wafat. (QS Saba [34]: 14). Saat mengetahui Sulaiman wafat, para jin pun menghentikan pekerjaannya. Di Borobudur, terdapat patung yang belum tuntas diselesaikan. Patung itu disebut dengan Unfinished Solomon.

Ketiga, para jin diperintahkan membangun gedung yang tinggi dan membuat patung-patung. (QS Saba [34]: 13). Seperti diketahui, banyak patung Buddha yang ada di Borobudur. Sedangkan gedung atau bangunan yang tinggi itu adalah Candi Prambanan.

Keempat, Sulaiman berbicara dengan burung-burung dan hewan-hewan. (QS An-Naml [27]: 20-22). Reliefnya juga ada. Bahkan, sejumlah frame relief Borobudur bermotifkan bunga dan burung. Terdapat pula sejumlah relief hewan lain, seperti gajah, kuda, babi, anjing, monyet, dan lainnya.

Kelima, kisah Ratu Saba dan rakyatnya yang menyembah matahari dan bersujud kepada sesama manusia. (QS An-Naml [27]: 22). Menurut Fahmi Basya, Saba artinya berkumpul atau tempat berkumpul. Ungkapan burung Hud-hud tentang Saba, karena burung tidak mengetahui nama daerah itu. “Jangankan burung, manusia saja ketika berada di atas pesawat, tidak akan tahu nama sebuah kota atau negeri,” katanya menjelaskan. Ditambahkan Fahmi Basya, tempat berkumpulnya manusia itu adalah di Candi Ratu Boko yang terletak sekitar 36 kilometer dari Borobudur. Jarak ini juga memungkinkan burung menempuh perjalanan dalam sekali terbang.

Keenam, Saba ada di Indonesia, yakni Wonosobo. Dalam Alquran, wilayah Saba ditumbuhi pohon yang sangat banyak. (QS Saba [34]: 15). Dalam kamus bahasa Jawi Kuno, yang disusun oleh Dr Maharsi, kata ‘Wana’ bermakna hutan. Jadi, menurut Fahmi, wana saba atau Wonosobo adalah hutan Saba.

Ketujuh, buah ‘maja’ yang pahit. Ketika banjir besar (Sail al-Arim) menimpa wilayah Saba, pepohonan yang ada di sekitarnya menjadi pahit sebagai azab Allah kepada orang-orang yang mendustakan ayat-ayat-Nya.  “Tetapi, mereka berpaling maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar[1236] dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr.” (QS Saba [34]: 16).

Kedelapan, nama Sulaiman menunjukkan sebagai nama orang Jawa. Awalan kata ‘su’merupakan nama-nama Jawa. Dan, Sulaiman adalah satu-satunya nabi dan rasul yang 25 orang, yang namanya berawalan ‘Su’.

Kesembilan, Sulaiman berkirim surat kepada Ratu Saba melalui burung Hud-hud. “Pergilah kamu dengan membawa suratku ini.” (QS An-Naml [27]: 28).  Menurut Fahmi, surat itu ditulis di atas pelat emas sebagai bentuk kekayaan Nabi Sulaiman. Ditambahkannya, surat itu ditemukan di sebuah kolam di Candi Ratu Boko.

Kesepuluh, bangunan yang tinggal sedikit (Sidrin qalil). Lihat surah Saba [34] 16). Bangunan yang tinggal sedikit itu adalah wilayah Candi Ratu Boko. Dan di sana terdapat sejumlah stupa yang tinggal sedikit. “Ini membuktikan bahwa Istana Ratu Boko adalah istana Ratu Saba yang dipindahkan atas perintah Sulaiman,” kata Fahmi menegaskan.

Selain bukti-bukti di atas, kata Fahmi, masih banyak lagi bukti lainnya yang menunjukkan bahwa kisah Ratu Saba dan Sulaiman terjadi di Indonesia. Seperti terjadinya angin Muson yang bertiup dari Asia dan Australia (QS Saba [34]: 12), kisah istana yang hilang atau dipindahkan, dialog Ratu Bilqis dengan para pembesarnya ketika menerima surat Sulaiman (QS An-Naml [27]: 32), nama Kabupaten Sleman, Kecamatan Salaman, Desa Salam, dan lainnya. Dengan bukti-bukti di atas, Fahmi Basya meyakini bahwa Borobudur merupakan peninggalan Sulaiman. Bagaimana dengan pembaca? Hanya Allah yang mengetahuinya. Wallahu A’lam. (Republika)

KLIK GAMBAR DIATAS UNTUK MEMPERBESAR

Fahmi Basa menyimpulkan bahwa Candi Borobudur Prambanan dan daerah sekitarnya merupakan peninggalan  nabi Sulaiman. Tentu banyak pendapat yang menentang. Karena dari segi tahun sejarah mungkin beda. Tetapi jika mendapat pengaruh mungkin bisa saja.
Yang  menjadi pertanyaan sekarang adalah kapan sebenarnya dan berapa lama  kira2 candi-candi itu (khususnya Borobudur & Prambanan) dibangun? 


BY WEDUL SHERENIAN

Puisi di Borobudur renungan penyair dunia – Showbiz

|

Taman Wisata Candi Borobudur (FOTO ANTARA)

Borobudur, Jawa Tengah (ANTARA News) – Pembacaan puisi oleh puluhan penyair dunia di Candi Borobudur 1-2 April 2012, momentum perenungan atas penjelajahan pikiran dan hati mereka, kata Ketua Panitia Penyelenggara Forum Penyair Internasional-Indonesia Dorothea Rosa Herliany.
“Pembacaan puisi itu mungkin merupakan cara bagi seorang penyair untuk merenung ulang penjelajahan pikiran dan hatinya,” katanya di Borobudur, Kabupaten Magelang, Jateng, Kamis.
Puluhan penyair berasal dari berbagai negara dan kota di Indonesia akan membacakan karya mereka di Taman Lumbini kompleks Taman Wisata Candi Borobudur, 1-2 April 2012, dalam tajuk “Forum Penyair Internasional-Indonesia (FPII). Mereka terdiri atas 17 penyair luar negeri dan 10 dalam negeri.
Kehadiran mereka di Candi Borobudur sebagai rangkaian perjalanan sastra ke empat kota di Indonesia yakni Magelang (1-3 April 2012), Pekalongan (4-6 April), Malang (7-9 April), dan Surabaya (10-12 April)
Sebanyak 42 penyair yang terdiri atas 17 berasal dari luar negeri dan 25 lainnya beberapa kota di Indonesia direncanakan mengikuti kegiatan tersebut.
Mereka antara lain berasal dari Jerman, Amerika Serikat, Zimbabwe, Belanda, Swedia, Denmark, Islandia, Australia, Selandia Baru, Afrika Selatan, dan Makedonia. Penyair Indonesia antara lain berasal dari Bali, Bogor, Madura, Bekasi, Surabaya, Yogyakarta, dan Rembang.
“Komposisi pembaca puisi di setiap kota, 17 penyair luar negeri dan 10 dalam negeri,” kata Rosa yang juga pengelola “Rumah Buku DuniaTera” Borobudur, Kabupaten Magelang itu.
Ia mengemukakan, pembacaan puisi mereka di Candi Borobudur memiliki arti penting karena tempat itu menyimpan sejarah dan kebudayaan dunia. Candi Borobudur yang dibangun pada abad ke-8, masa pemerintahan Dinasti Syailendra, telah ditetapkan oleh Unesco sebagai warisan peradaban dunia.
Para penyair dunia, menurut dia, berkesempatan merefleksikan nilai sejarah peradaban manusia yang terkandung di Candi Borobudur itu.
Selain itu, katanya, mereka juga memperkaya pengalaman masing-masing melalui pembacaan puisinya di kompleks candi Buddha terbesar di dunia itu.
“Tentunya diharapkan mereka mendapatkan inspirasi dari Candi Borobudur untuk karya-karya besar sastra mereka pada masa mendatang,” ucap Rosa yang juga penyair Magelang itu.
Para penyair dunia itu juga akan mengunjungi Pondok Pesantren Asrama Perguruan Islam (API) Tegalrejo, Seminari Menengah Mertoyudan Kabupaten Magelang, Museum OHD Kota Magelang, dan mengikuti Pesta Kesenian Rakyat yang digelar para seniman petani di kawasan Gunung Merbabu di Dusun Gejayan, Desa Banyusidi, Kabupaten Magelang.
(U.M029/C004)

MISTERI BANGUNAN PIRAMID (PENGARUH KA’BAH?)

|

Sebagai seorang Muslim maka saya percaya bahwa Apa yang difirmankan Allah dalam Al-Quran adalah kebenaran. Dalam salah satu ayatnya Allah berfirman :
Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia (QS 3:96)
Ya, rumah yang mula-mula itu adalah Ka’bah. Di ayat diatas berhubung kalimat “tempat beribadat”diapit tanda (…), maka bisa juga diartikan sebagai rumah yang pertama ada. Tetapi berhubung kalimat selanjutnya berhubung dengan ber’kah dan petunjuk, maka bisa diartikan sebagai rumah pertama di bumi dan rumah pertama untuk beribadah. Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana bentuk Ka’bah pertama kali?. Apakah bentuknya berupa Kubus seperti bentuk sekarang?.
Berhubung tidak ada sumber pasti bagaimana bentuk Ka’bah pertama kali maka aku asumsikan bentuk Ka’bah pertama kali kemungkinan Piramid. Kok bisa?.
Ka’bah yang kita lihat sekarang adalah Bangunan berbentuk Kubus dengan ruang yang pernah mengalami beberapa renovasi mengingat usia dan adanya bencana. Renovasi kemungkinan dilakukan untuk meremajakan, merubah bentuk atau memperluas ruang. Renovasi yang pernah terjadi antara lain ketika Ka’bah dibangun kembali setelah rusak gara-gara banjir sekitar tahun 600 M dimana pada saat itu Rasulullah (sebelum jadi nabi), menjadi pihak yang meletakkan kembali Hajar Aswad (Batu Hitam), yang sempat menjadi perselisihan petinggi Suku Quraisy.
Pada jaman kuno ribuan tahun sebelum Masehi daerah gurun Arab dimana sekarang terletak kota Mekah, merupakan tempat yang terisolasi. Hal itu bisa kita lihat bahwa wilayah Arab hampir tidak pernah menjadi tempat jajahan kerajaan-kerajaan Kuno yang besar semisal Romawi, Alexander Agung, Persia atau Yunani. Jika bangsa India pernah sampai ke Arab itu juga jauh ribuan tahun setelah jaman Ibrahim. Jadi secara kebudayaan masih tertinggal dan kuno.
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar baitullah(Ka’bah) bersama Ismail (seraya berdoa): “Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.(Al-Quran 2:127)
Kalau kita baca QS 2:127 diatas, kita bisa memahami lain lagi bahwa seolah-olah sebelum Ibrahim dan Ismail sampai ke lembah Bakah (Mekah), Ka’bah sebenarnya sudah ada. Hal itu bisa kita baca dari kallimat “meninggikan dasar-dasar”, lantas siapa yang membangun dasar Baitullah (Ka’bah) sebelum mereka hadir?. Apakah Adam atau Nuh atau malaikat?. Seperti kita ketahui ada beberapa riwayat yang mengatakan bahwa sebelum ada manusia Malaikat sering melakukan thawaf diatas daerah tersebut (hanya Allah yang tahu).
Untuk membangun bangunan dengan batu yang luasnya sekitar 100 m2 dan dengan ketinggian yang cukup tinggi (Lihat QS 2:127 diatas ) Hal itu pasti agak sulit untuk dikerjakan oleh 2 orang (Ibrahim dan Ismail), mengingat mereka harus mengecor atap (kecuali tanpa atap atau beratap kayu, meski sepertinya tidak mungkin). Hal itu akan lebih mudah dilakukan jika bentuknya Piramid baik bentuk runcing atau setengah runcing. sehingga lebih mudah membangunnya.
GAMBAR 1. KEMUNGKINAN BENTUK AWAL KA’BAH
Ketika masih berjumlah sedikit, peribadatan kemungkinan dilakukan DI DALAM Ka’bah.
GAMBAR 2. BENTUK KA’BAH SEKARANG
Nabi Ibrahim selain sebagai manusia yang membangun Tempat Ibadah pertama kali, juga merupakan Imam bagi seluruh manusia. Itulah mengapa pengaruhnya menyebar ke banyak bangsa di dunia, termasuk bentuk tempat ibadah yang menyerupai Ka’bah. Nabi Ibrahim sebagai Imam bagi umat manusia bisa dibaca di DISINI
Pada awalnya tentu pengaruh yang disebarkan oleh nabi Ibrahim adalah ajarannya yang monotheisme (Tauhid) dan bentuk tempat ibadahnya. Jika ajarannya menyebar maka bentuk tempat ibadahnya juga akan menyebar. Itulah mengapa pada jaman kuno bentuk rumah ibadah mereka hampir semuanya berbentuk menyerupai Ka’bah (Piramid).
Piramida Suku Inka (Amerika Latin)
Piramida Mesir
Candi Sukuh Jawa Tengah
Candi Borobudur Jawa Tengah
Candi Prambanan Jogja
Piramid yang tadinya kecil dan berada di gurun tandus telah menyebar ke berbagai penjuru dunia dan tiba di berbagai bangsa besar yang memiliki peradaban lebih maju. Sehingga pengaruh bangunan piramid yang sampai ke bangsa besar tersebut pada akhirnya berubah menjadi bentuk piramid yang besar pula .
Tetapi kita harus mengakui bahwa ajaran yang dibawa oleh nabi Ibrahim tidak bisa bertahan pada masing-masing bangsa itu. Yang setelah berjalannya waktu masing-masing bangsa membuat kreasinya sendiri dengan mengukir pahatan (relief) pada dinding piramid. Hal ini juga terjadi ketika para Musyrikin Mekah pada saat itu menempatkan patung-patung disekitar Ka’bah sebagai bentuk lain dari relief.
Ajaran yang pada awalnya adalah Monoteisme juga berubah menjadi ajaran Pagan, dimana hampir semua bangsa yang mempunyai Piramid membangun Piramid tidak untuk beribadah kepada Tuhan Yang Satu tetapi untuk menghormati Tuhan mereka yaitu Dewa Matahari atau Tuhan buatan lainnya dan juga sekaligus sebagai tempat pemakaman. Tetapi Tuhan selalu mengutus banyak utusan untuk meluruskan ajaran Nabi Ibrahim yang menyimpang, sehingga ajaran yang tadinya menyimpang lambat laun kembali ke monotheisme. Misalnya Musa yang harus mengingatkan Penguasa Mesir (Fir’aun) agar kembali menyembah Allah.  Dan utusan terakhir tentu saja NABI MUHAMMAD

BY WEDUL SHERENIAN

Borobudur Temple Compounds

|

Brief Description

This famous Buddhist temple, dating from the 8th and 9th centuries, is located in central Java. It was built in three tiers: a pyramidal base with five concentric square terraces, the trunk of a cone with three circular platforms and, at the top, a monumental stupa. The walls and balustrades are decorated with fine low reliefs, covering a total surface area of 2,500 m2. Around the circular platforms are 72 openwork stupas, each containing a statue of the Buddha. The monument was restored with UNESCO's help in the 1970s.




Long Description
Borobudur is one of the greatest Buddhist monuments in the world. Founded by a king of the Saliendra dynasty, it was built to honour the glory of both the Buddha and its founder, a true king Bodhisattva. The name Borobudur is believed to have been derived from the Sanskrit words vihara Buddha uhr, meaning the Buddhist monastery on the hill. Borobudur temple is located in Muntilan, Magelang, and is about 42 km from Yogyakarta city.
This colossal temple was built between AD 750 and 842: 300 years before Cambodia's Angkor Wat, 400 years before work had begun on the great European cathedrals. Little is known about its early history except that a huge army of workers worked in the tropical heat to shift and carve the 60,000 m3 of stone. At the beginning of the 11th century AD, because of the political situation in Central Java, divine monuments in that area, including the Borobudur Temple became completely neglected and given over to decay. The Sanctuary was exposed to volcanic eruption and other ravages of nature. The temple was not rediscovered until the 19th century. A first restoration campaign, supervised by Theodor van Erp, was undertaken shortly after the turn of the century. A second one was led more recently (1973-82).
A harmonious marriage of stupas, temple-mountain and the ritual diagram, this temple complex was built on several levels around a hill which forms a natural centre. The first level above the base comprises five square terraces, graduated in size and forming the base of a pyramid. Above this level are three concentric circular platforms crowned by the main stupa. Stairways provide access to this monumental stupa. The base and the balustrades enclosing the square terraces are decorated in reliefs sculpted in the stone. They illustrate the different phases of the soul's progression towards redemption and episodes from the life of Buddha. The circular terraces are decorated with no fewer than 72 openwork stupas each containing a statue of Buddha.
Stylistically the art of Borobudur is a tributary of Indian influences (Gupta and post-Gupta styles). The walls of Borobudur are sculptured in bas-reliefs, extending over a total length of 6 km. It has been hailed as the largest and most complete ensemble of Buddhist reliefs in the world, unsurpassed in artistic merit, each scene an individual masterpiece. The narratives reliefs on the main walls read from the right to left, those on the balustrade from left to right. This was done for the purpose of the Pradaksina, the ritual circumambulation which the pilgrims make moving on the clockwise and keeping the sanctuary to the right.
The Karmawibangga reliefs on the hidden foot are devoted to the law of karma. The Lalitavistara series do not provide a complete biography of the Buddha, from the Hushita heaven and end his sermon in the Deer Park near the Benares. Jataka are stories about the Buddha before he was born as Prince Sidharta. Awadana are similar to Jataka, but the main figure is not the Boddhisatva, and the saintly deeds are attributed to other legendary persons.
The stories are compiled in the Dvijavadana (Glorious Heavenly Acts) and the Awadana Sataka (Hundred Awadanas). The first twenty panels in the lower series of the first gallery depict, the Sudhanakumaravadana. The series of reliefs covering the wall of the second gallery is devoted to Sudhana's tireless wanderings in search of the Highest Perfect Wisdom. The story is continued on the wall and balustrade of the third and fourth galleries. Its depiction in most of the 460 panels is based on the holy Nahayana text Gandavyuha, the concluding scenes being derived from another text, the Badracari.
Source: UNESCO/CLT/WHC
Source:http://whc.unesco.org/en/list/592

Borobudur, the Biggest Buddhist Temple in the Ninth Century

|

Who does not know Borobudur? This Buddhist temple has 1460 relief panels and 504 Buddha effigies in its complex. Millions of people are eager to visit this building as one of the World Wonder Heritages. It is not surprising since architecturally and functionally, as the place for Buddhists to say their prayer, Borobudur is attractive.
Borobudur was built by King Samaratungga, one of the kings of Old Mataram Kingdom, the descendant of Sailendra dynasty. Based on Kayumwungan inscription, an Indonesian named Hudaya Kandahjaya revealed that Borobudur was a place for praying that was completed to be built on 26 May 824, almost one hundred years from the time the construction was begun. The name of Borobudur, as some people say, means a mountain having terraces (budhara), while other says that Borobudur means monastery on the high place.
Borobudur is constructed as a ten-terraces building. The height before being renovated was 42 meters and 34.5 meters after the renovation because the lowest level was used as supporting base. The first six terraces are in square form, two upper terraces are in circular form, and on top of them is the terrace where Buddha statue is located facing westward. Each terrace symbolizes the stage of human life. In line with of Buddha Mahayana, anyone who intends to reach the level of Buddha's must go through each of those life stages.
The base of Borobudur, called Kamadhatu, symbolizes human being that are still bound by lust. The upper four stories are called Rupadhatu symbolizing human beings that have set themselves free from lust but are still bound to appearance and shape. On this terrace, Buddha effigies are placed in open space; while the other upper three terraces where Buddha effigies are confined in domes with wholes are called Arupadhatu, symbolizing human beings that have been free from lust, appearance and shape. The top part that is called Arupa symbolizes nirvana, where Buddha is residing.
Each terrace has beautiful relief panels showing how skillful the sculptors were. In order to understand the sequence of the stories on the relief panels, you have to walk clockwise from the entrance of the temple. The relief panels tell the legendary story of Ramayana. Besides, there are relief panels describing the condition of the society by that time; for example, relief of farmers' activity reflecting the advance of agriculture system and relief of sailing boat representing the advance of navigation in Bergotta (Semarang).
All relief panels in Borobudur temple reflect Buddha's teachings. For the reason, this temple functions as educating medium for those who want to learn Buddhism. YogYES suggests that you walk through each narrow passage in Borobudur in order for you to know the philosophy of Buddhism. Atisha, a Buddhist from India in the tenth century once visited this temple that was built 3 centuries before Angkor Wat in Cambodia and 4 centuries before the Grand Cathedrals in Europe.
Thanks to visiting Borobudur and having supply of Buddha teaching script from Serlingpa (King of Sriwijaya), Atisha was able to improve Buddha's teachings after his return to India and he built a religion institution, Vikramasila Buddhism. Later he became the leader of Vikramasila monastery and taught Tibetans of practicing Dharma. Six scripts from Serlingpa were then summarized as the core of the teaching called "The Lamp for the Path to Enlightenment" or well known as Bodhipathapradipa.
A question about Borobudur that is still unanswered by far is how the condition around the temple was at the beginning of its foundation and why at the time of it's finding the temple was buried. Some hypotheses claim that Borobudur in its initial foundation was surrounded by swamps and it was buried because of Merapi explosion. It was based on Kalkutta inscription with the writing 'Amawa' that means sea of milk. The Sanskrit word was used to describe the occurrence of disaster. The sea of milk was then translated into Merapi lava. Some others say that Borobudur was buried by cold lava of Merapi Mountain.
With the existing greatness and mystery, it makes sense if many people put Borobudur in their agenda as a place worth visiting in their lives. Besides enjoying the temple, you may take a walk around the surrounding villages such as Karanganyar and Wanurejo. You can also get to the top of Kendil stone where you can enjoy Borobudur and the surrounding scenery. Please visit Borobudur temple right away...

Text: Yunanto Wiji Utomo